Tak Perlu Berkecil Hati, Para Guru
Malam ini Jejeran Bantul ramai dengan hiruk pikuk manusia. Stadion yang menjadi markas pujian Persiba Bantul itu penuh sesak dibanjiri lautan manusia. Bukan alasannya ialah sedang ada pertandingan sepak bola, melainkan alasannya ialah ada Acara Maulid Nabi Muhammad SAW yang dihadiri oleh Habib Syeh bin Abdul Qadir as-Saqqaf dari Solo.
Habib kondang dan kharismatik yang mempunyai bunyi merdu dan diiringi dengan hentakan melodi nan ritmis dari grup rebana Ahababul Musthofa itu memang bisa menarik warga Bantul dan sekitarnya untuk hadir memadati halaman luar Stadion Sultan Agung itu. Para jamaah pun terlihat antusias hendak mengikuti program Maulid yang sudah cukup sering diadakan di Bantul itu. Beragam atribut tampaknya sudah disiapkan sejak dari rumah, mulai dari pakaian putih-putih, buku sholawat, dan bahkan bendera, mulai ukuran kecil hingga bendera besar.
Sebelum memulai maulid, Sang Habib berpesan pada jamaah yang jumlahnya ribuan itu, bahwa selama pembacaan sholawat/maulid sebaiknya bendera-bendera besar itu tidak dikibar-kibarkan, dikhawatirkan akan mengganggu jamaah yang lain. Namun memang sulit kiranya mengatur sekian banyaknya insan yang mempunyai pikiran berbeda-beda. Ketika lantunan shalawat mulai dibacakan, dengan iringan musik rebana, maka bendera-bendera itupun tak ubahnya menyerupai artis dangdut yang bergoyang-goyang ke kiri ke kanan dengan penuh semangat, seolah tiada bekasnya tawaran Sang Habib sebelum shalawat dimulai.
Satu hal yang terus saja saya pikirkan, bahkan hingga saya kembali ke daerah saya menginap. Mengapa tawaran seorang Habib yang sangat kharismatik, kepada jamaah pengikutnya itu seolah tidak berbekas. Meskipun satu dua orang masih mau mengindahkannya, tapi tidak sedikit pula yang masih melanggar tawaran Habib tersebut.
Ah...kenapa hal itu harus saya risaukan, bukankah petunjuk (huda) itu ialah urusan kewenangan Allah. Bahkan para rasul pun hanya bertugas memberikan wahyu semata (ayat yang pertanda ihwal hal ini, banyak sekali. Salah satunya ialah Q.S An-Nur ayat 54). Urusan umatnya sadar atau tidak, mau mengikuti atau tidak, itu urusan Allah.
Untuk apa saya terkadang merasa murung dikala siswa-siswa saya membandel dan berbuat yang tidak semestinya. Bukankah kewajiban kita itu sekadar menyampaikan, mengingatkan dan mengarahkan mereka ke arah kebaikan. Urusan mereka akan mengikuti aba-aba kita atau tidak, itu urusan Allah. Satu hal yang harus kita jaga dalam kiprah kita sebagai seorang guru ialah jangan pernah merasa kecil hati hingga berlarut-larut dalam kesedihan dikala siswa yang kita latih tidak menyerupai yang kita harapkan. Apalagi hingga meratapi dan menyalahkan diri sendiri...jangan kawan. Wilayah kita hanya berusaha, balasannya Allah yang menentukan. Akan tetapi tidak lantas kita berpasrah diri dan kemudian tidak berusaha sekuat tenaga, perilaku tawakkal itu hendaknya selalu diiringi dengan rasa optimis dan semangat untuk menjalankan kiprah kita dengan sebaik-baiknya.
Habib kondang dan kharismatik yang mempunyai bunyi merdu dan diiringi dengan hentakan melodi nan ritmis dari grup rebana Ahababul Musthofa itu memang bisa menarik warga Bantul dan sekitarnya untuk hadir memadati halaman luar Stadion Sultan Agung itu. Para jamaah pun terlihat antusias hendak mengikuti program Maulid yang sudah cukup sering diadakan di Bantul itu. Beragam atribut tampaknya sudah disiapkan sejak dari rumah, mulai dari pakaian putih-putih, buku sholawat, dan bahkan bendera, mulai ukuran kecil hingga bendera besar.
Sebelum memulai maulid, Sang Habib berpesan pada jamaah yang jumlahnya ribuan itu, bahwa selama pembacaan sholawat/maulid sebaiknya bendera-bendera besar itu tidak dikibar-kibarkan, dikhawatirkan akan mengganggu jamaah yang lain. Namun memang sulit kiranya mengatur sekian banyaknya insan yang mempunyai pikiran berbeda-beda. Ketika lantunan shalawat mulai dibacakan, dengan iringan musik rebana, maka bendera-bendera itupun tak ubahnya menyerupai artis dangdut yang bergoyang-goyang ke kiri ke kanan dengan penuh semangat, seolah tiada bekasnya tawaran Sang Habib sebelum shalawat dimulai.
Satu hal yang terus saja saya pikirkan, bahkan hingga saya kembali ke daerah saya menginap. Mengapa tawaran seorang Habib yang sangat kharismatik, kepada jamaah pengikutnya itu seolah tidak berbekas. Meskipun satu dua orang masih mau mengindahkannya, tapi tidak sedikit pula yang masih melanggar tawaran Habib tersebut.
Ah...kenapa hal itu harus saya risaukan, bukankah petunjuk (huda) itu ialah urusan kewenangan Allah. Bahkan para rasul pun hanya bertugas memberikan wahyu semata (ayat yang pertanda ihwal hal ini, banyak sekali. Salah satunya ialah Q.S An-Nur ayat 54). Urusan umatnya sadar atau tidak, mau mengikuti atau tidak, itu urusan Allah.
Untuk apa saya terkadang merasa murung dikala siswa-siswa saya membandel dan berbuat yang tidak semestinya. Bukankah kewajiban kita itu sekadar menyampaikan, mengingatkan dan mengarahkan mereka ke arah kebaikan. Urusan mereka akan mengikuti aba-aba kita atau tidak, itu urusan Allah. Satu hal yang harus kita jaga dalam kiprah kita sebagai seorang guru ialah jangan pernah merasa kecil hati hingga berlarut-larut dalam kesedihan dikala siswa yang kita latih tidak menyerupai yang kita harapkan. Apalagi hingga meratapi dan menyalahkan diri sendiri...jangan kawan. Wilayah kita hanya berusaha, balasannya Allah yang menentukan. Akan tetapi tidak lantas kita berpasrah diri dan kemudian tidak berusaha sekuat tenaga, perilaku tawakkal itu hendaknya selalu diiringi dengan rasa optimis dan semangat untuk menjalankan kiprah kita dengan sebaik-baiknya.
0 Response to "Tak Perlu Berkecil Hati, Para Guru"
Post a Comment