Ausubel Dan Teori Mencar Ilmu Asimilasi

I. Pendahuluan
Dapat berpikir dan berbahasa merupakan ciri utama yang membedakan insan dengan makhluk lainnya. Karena mempunyai keduanya, maka sering disebut insan sebagai makhluk yang mulia dan makhluk sosial. Dengan pikirannya insan menjelajah ke setiap fenomena yang nampak bahkan yang tidak nampak. Dengan bahasanya, insan berkomunikasi untuk bersosialisasi dan memberikan hasil pemikirannya.
Salah satu objek pemikiran insan ialah bagaimana insan sanggup berbahasa. Pendapat para jago wacana mencar ilmu bahasa tersebut bermacam-macam. Di antara pendapat mereka ada yang bertentangan namun ada juga yang saling mendukung dan melengkapi. Pemikiran para jago wacana teori mencar ilmu bahasa ini begitu variatif dan menarik. Salah satu aliran yang mempunyai imbas terhadap praktik mencar ilmu yang dilaksanakan di sekolah ialah aliran psikologi kognitif. Aliran ini telah memperlihatkan konstribusi terhadap penggunaan unsur kognitif atau mental dalam proses belajar. Berbeda dengan pandangan aliran behavioristik yang memandang mencar ilmu sebagai acara yang bersifat sebagai mekanistik antara stimulus dan respon, aliran kognitif memandang acara mencar ilmu bukanlah sekedar stimulus atau respon yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, acara mencar ilmu juga melibatkan acara mental yang ada di dalam diri individu yang sedang belajar.
Teori-teori mencar ilmu yang ada selama ini masih banyak yang menekankan pada mencar ilmu asosiatif atau mencar ilmu menghafal. Belajar yang demikian itu tidak banyak bermakna bagi anak. Belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagia anak, sebagaimana konsep yang diungkapkan oleh Ausubel. Dalam makalah ini, akan disampaikan sedikit menganai konsep Ausubel tersebut.

II. Pembahasan
a. David Paul Ausubel
Ausubel berjulukan lengkap David Paul Ausubel. Ia lahir dan dibesarkan di Brooklyn, New York pad 25 Oktober 1918. Dia kuliah di University of Pennsylvania, mengambil kursus pra-medis dan jurusan Psikologi. Dia jug merupakan lulusan dari Sekolah Kedokteran di Middlesex University. Ia mendapatkan gelar Ph.D dalam bidang Psikologi Perkembangan dari Universitas Columbia. Kiprahnya dalam dunia pendidikan diawali dari dunia kedokteran tatkala ia magang di Rumah Sakit (NY City Departemen Rumah Sakit) yang terletak di belahan bawah sisi timur Manhattan, termasuk Little Italy dan Chinatown tahun 1944 sebagai seorang tangan kanan jago bedah dan psikiatris publik. Ia juga pernah turut terlibat dalam perawatan pengungsi pasca Perang Dunia II di Jerman.
Selama perjalanan karirnya, ia pernah menduduki aneka macam jabatan di aneka macam Universitas terkemuka. Pada tahun 1950, ia mendapatkan sebuah jabatan dari Biro Penelitian Pendidikan di Universitas Illinois. Ia bekerja di sana selama enam belas tahun. Pada dikala ia berada di Univesitas Illinois, ia mulai menerbitkan karya-karya dalam bidang psikologi kognitif secara ekstensif. Tahun 1966, ia meninggalkan Universitas Illinois untuk mendapatkan sebuah jabatan pada departemen Psikologi Terapan di Institut Ontario, Toronto. Pada tahun 1968, ia menjadi Profesor dan Kepala Departemen Pendidikan Psikologi, Sekolah Pascasarjana Universitas New York. Ia berada disana hingga ia pensiun dari dunia kependidikan pada tahun 1973.
Setelah pensiun, ia kembali ke praktek psikiatri anak di Rockland Psychiatric Center. Minat utamanya dalam psikiatri telah psikopatologi umum, perkembangan ego, kecanduan obat, dan psikiatri forensik. Ausubel telah menerbitkan beberapa buku dalam psikologi perkembangan dan pendidikan, dan lebih dari 150 artikel dalam jurnal psikologis dan psikiatris. Pada 1976 ia mendapatkan Thorndike Award dari Asosiasi Psikolog Amerika untuk "Gelar Kehormatan untuk Kontribusi dalam Psikologi Pendidikan". Dia pensiun dari kehidupan profesional pada tahun 1994 untuk mencurahkan waktunya untuk menulis dan dihasilkan empat buah buku. Dia meninggal pada 9 Juli 2008.

b. Teori Belajar Asimilasi (Assimilation Theory of Learning)
Teori ini berawal dari pendekatan kognitif yang diungkapkan oleh para psikolog kognitivistik. Jika pendekatan kaum behavioristik bersifat empiris maka pendekatan yang dianut golongan kognitivistik lebih bersifat rasionalis. Konsep sentral dari pendekatan ini yakni kemampuan berbahasa seseorang berasal dan diperoleh sebagai akhir dari kematangan kognitif sang anak.


Para kognitivistik beranggapan bahwa bahasa itu distrukturkan atau dikendalikan oleh budi manusia. Oleh alasannya itu perkembangan bahasa harus berlandas pada atau diturunkan dari perkembangan dan perubahan yang lebih fundamental dan lebih umum di dalam kognisi manusia. Dengan demikian urutan-urutan perkembangan kognisi seorang anak akan memilih urutan-urutan perkembangan bahasa dirinya.
Menurut teori ini, mencar ilmu ialah perubahan dan pemahaman yang tidak selalu sanggup dilihat dalam bentuk tingkah laku. Belajar merupakan proses internal yang meliputi ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi, dan faktor-faktor lain. Proses mencar ilmu meliputi pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang terbentuk di dalam pikiran seseorang menurut pengalaman sebelumnya. Menurut aliran ini kita mencar ilmu disebabkan oleh kemampuan kita menafsirkan insiden atau kejadian yang terjadi di dalam lingkungan. Titik awal teori kognitif ialah anggapan terhadap kapasitas kognitif anak dalam menemukan struktur dalam bahasa yang didengar di sekelilingnya. Pemahaman, produksi, komprehensi bahasa pada anak dipandang sebagai hasil dari proses kognitif anak yang secara terus menerus berubah dan berkembang.Sebagaimana disampaikan Novack, Ausubel membagi perkembangan bahasa anak menjadi dua tahap, yaitu: 1) tahap pembentukan konsep, yang berlangsung hingga anak meraih satu atau dua ribu konsep. 2) tahap asimilasi konsep, yaitu dikala anak lebih secara umum dikuasai meraih konsep dengan mengasimilasikan data gres ke struktur kognitifnya.
Ausubel juga mengemukakan bahwa ada dua macam belajar. Pertama, mencar ilmu bermakna (meaningful learning). Belajar bermakna ialah suatu proses mencar ilmu dimana warta gres dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar. Belajar bermakma terjadi bila pelajar mencoba menghubungkan fenomena gres dengan konsep yang telah ada sebelumnya. Kedua, mencar ilmu hafalan (rote learning). Bila konsep yang cocok dengan fenomena gres itu belum ada maka warta gres tersebut harus dipelajari secara menghafal. Belajar menghafal ini diharapkan bila seseorang memperoleh warta gres dalam dunia pengetahuan yang sama sekali tidak bekerjasama dengan apa yang ia ketahui sebelumnya.
Menurut Ausubel mencar ilmu sanggup diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama bekerjasama dengan cara warta atau materi pelajaran itu disajikan kepada siswa melalui penerimaan (Reception) atau inovasi (Discovery). Selanjutnya dimensi kedua menyangkut bagaimana siswa sanggup mengaitkan warta itu pada struktur kognitif yang telah ada. Jika siswa hanya mencoba menghafalkan warta gres itu tanpa menghubungkan dengan struktur kognitifnya, maka terjadilah mencar ilmu dengan hafalan. Sebaliknya bila siswa menghubungkan atau mengaitkan warta gres itu dengan struktur kognitifnya maka yang terjadi ialah mencar ilmu bermakna.
Gambaran denah dari dua dimensi mencar ilmu tersebut ialah sebagai berikut:
Reception Learning


Meaningful Learning Rote Learning


Discovery Learning
Menurut Ausubel, proses mencar ilmu bahasa terjadi bila anak bisa mengasimilasikan pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan baru. Proses itu melalui tahapan memperhatikan stimulus yang diberikan, memahami makna stimulus, menyimpan dan memakai warta yang sudah dipahami.
Dalam berinteraksi dengan lingkungan, individu hanya sanggup menggabungkan (mengasimilasikan) hal-hal yang sanggup ia pahami ke dalam struktur kognitifnya, atau hal-hal yang agak sesuai atau menyerupai dengan apa yang ada pada struktur kognitifnya. Makara asimilasi ialah proses yang dijalankan seseorang untuk menggabungkan atau mengambil dunia realitas yang agak sesuai dengan skema-skema yang ada pada struktur kognitifnya. Ketika seseorang bertemu dengan materi gila benar-benar baru, kemudian melaksanakan mencar ilmu menghafal (rote learning). Belajar menghafal ini yang pada hasilnya sanggup memperlihatkan bantuan pada pembangunan struktur kognitif gres yang di kemudian hari sanggup dipakai dalam pembelajaran bermakna.
Pengetahuan diorganisasikan dalam ingatan seseorang dalam struktur hierarkis. Artinya bahwa pengetahuan yang lebih umum, inklusif dan abnormal membawahi pengetahuan yang lebih spesifik dan konkrit. Demikian juga pengetahuan yang lebih umum dan abnormal yang diperoleh lebih dulu oleh seseorang akan sanggup memudahkan perolehan pengetahuan gres yang lebih rinci. Gagasannya mengenai cara mengurutkan materi pembelajaran dari umum ke khusus, dari keseluruhan rinci yang sering disebut sebagai subsumtive sequence menyebabkan mencar ilmu lebih bermakna bagi anak didik.
Penggolongan (subsume) itu ialah dengan memasukkan materi gres ke dalam struktur kognitif seseorang. Dari perspektif Ausubel, inilah makna belajar. Bila warta yang dimasukkan ke dalam struktur kognitif peserta didik itu diorganisasikan secara hierarki. Materi gres sanggup dimasukkan dalam dua cara yang berbeda, dan untuk kedua hal ini, tidak berarti pembelajaran berlangsung kecuali yang stabil terdapat struktur kognitif. Struktur yang ada ini menyediakan kerangka kerja di mana pembelajaran gres berhubungan, hierarkis, untuk warta sebelumnya atau konsep dalam struktur kognitif seseorang.
Dua jenis subsumption adalah: 1. Subsumption korelatif- materi gres ialah perpanjangan atau klarifikasi terperinci dari apa yang sudah diketahui. 2. Subsumption derivatif- material atau kekerabatan gres sanggup diturunkan dari struktur yang ada.
Informasi sanggup dipindahkan dalam hierarki, atau dikaitkan dengan konsep-konsep atau warta lain untuk menciptakan interpretasi atau makna baru. Dari jenis subsumption ini, konsep yang gres sanggup muncul, dan konsep-konsep sebelumnya sanggup diubah atau diperluas untuk menyertakan lebih dari warta yang ada sebelumnya.
Berdasarkan pandangannya wacana mencar ilmu bermakna, Ausubel mengajukan empat prinsip pembelajaran, yaitu:
1. Pemandu awal (advance organizer)
Pemandu awal atau titian kognitif (cognitive bridge) sanggup dipakai guru dalam membantu mengaitkan konsep usang dengan konsep gres yang lebih tinggi maknanya. Penggunaan advance organizer yang sempurna sanggup meningkatkan pemahaman aneka macam macam materi, terutama materi pelajaran yang telah mempunyai struktur yang teratur. Pada dikala mengawali pembelajaran dengan prestasi suatu pokok bahasan sebaiknya ‘advance organizer’ itu digunakan, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna.
2. Diferensiasi progresif (Progressive Differentiation)
Differensiasi progresif ialah pemecahan konsep hingga menjadi konsep-konsep baru. Dalam proses mencar ilmu bermakna perlu ada pengembangan dan kerja sama konsep. Caranya, unsur yang paling umum dan inklusif diperkenalkan dulu, kemudian gres yang lebih mendetil. Berarti pembelajaran mengarah dari umum ke khusus.
3. Belajar superordinat (Superordinate Learning)
Belajar superordinat ialah proses struktur kognitif yang mangalami pertumbuhan ke arah diferensiasi, terjadi semenjak pemeroleham warta dan diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses mencar ilmu tersebut akan terus berlangsung hingga pada suatu dikala ditemukan hal-hal baru. Belajar superordinat akan terjadi bila konsep-konsep yang ada lebih luas dan inklusif.
4. Penyesuaian integratif (Integrative Reconciliation)
Pada suatu dikala anak mungkin akan menghadapi kenyataan bahwa dua atau lebih nama konsep dipakai untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama yang sama diterapkan pada lebih dari satu konsep. Untuk mengatasi kontradiksi kognitif itu, Ausubel mengajukan konsep pembiasaan integratif, yaitu penggabungan konsep-konsep tersebut menjadi satu konsep baru.
Ada dua persyaratan yang harus terpenuhi dalam suatu proses pembelajaran sehingga proses mencar ilmu itu menjadi bermakna (meaningful):
1. Siswa mempunyai perangkat meaningful. Perangkat itu berupa warta yang sudah dimiliki sebelumnya.
2. Materi yang disampaikan juga berpotensi bermakna, yaitu materi-materi yang sanggup diasimilasikan dengan warta yang telah dimiliki.
Untuk memenuhi kondisi ideal pembelajaran, maka ada beberapa tahapan dalam pembelajaran itu sendiri, sebagaimana dijelaskan Slavin:
1. Fase pertama: Penyajian Advance Organizer
Anak akan mencar ilmu dengan baik bila apa yang disebut “pengatur kemajuan (belajar)” (Advance Organizer) didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan sempurna kepada anak. Pengatur Kemajuan tersebut merupakan konsep atau infomasi umum yang meliputi semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada anak. Pengatur Kemajuan merupakan penerapan konsepsi wacana struktur kognitif didalam merancang pembelajaran. Penggunaan Advance Organizer sebagai kerangka isi sanggup meningkatkan kemampuan anak dalam mempelajari warta baru, lantaran merupakan kerangka dalam bentuk abstraksi atau ringkasan konsep-konsep dasar wacana apa yang dipelajari, dan hubungannya dengan materi yang telah ada dalam struktur kognitif anak.
Untuk itu ada beberapa tindakan mudah yang harus dijalankan oleh seorang pengajar:
a. Menjelaskan tujuan materi
b. Menampakkan kemajuan
c. Menghubungkan (mengasimilasikan) kemajuan dengan pengetahuan anak.
2. Fase kedua: Penyajian Materi dan Tugas Pembelajaran
a. Membuat pengaturan materi pembelajaran secara eksplisit
b. Menyusun perintah logis wacana materi pembelajaran
c. Menyajikan materi dan melibatkan siswa dalam aktifitas yang bermakna
Dalam tahap ini guru menyajikan materi pembelajaran yang gres dengan metode ceramah, diskusi, film, atau menyajikan tugas-tugas mencar ilmu kepada anak didik. Ausubel menekankan wacana pentingnya mempertahankan perhatian anak, dan pentingnya pengorganisasian materi pembelajaran yang dikaitkan dengan struktur yang terdapat dalam advance organizer. Dia menyarankan suatu proses yang diferensiasi progresif, yaitu pembelajaran berlangsung setahap demi setahap , dimulai dari konsep umum menuju pada warta spesifik, dan membandingkan antara konsep usang dengan konsep baru.
3. Fase ketiga: Memperkuat Organisasi Kognitif
a. Menghubungkan warta gres pada advance organizer
b. Meningkatkan pembelajaran aktif.
Ausubel menyarankan bahwa guru mencoba mengikatkan warta gres ke dalam struktur yang telah direncanakan di dalam permulaan pembelajaran, dengan cara mengingatkan anak bahwa rincian yang bersifat spesifik itu berkaitan dengan citra warta yang bersifat umum. Pada final pembelajaran anak diminta untuk mengajukan pertanyaan pada diri sendiri mengenai tingkat pemahamannya terhadap materi pembelajaran yang gres dipelajari, menghubungkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki dan pengorganisasian materi pembelajaran sebagaimana yang dideskripsikan dalam Advance Organization. Guru juga memperlihatkan pertanyaan kepada anak dalam rangka menjajagi keluasam pemahaman anak wacana isi pelajaran.





III. Penutup
Teori mencar ilmu bermakna Ausubel merupakan salah satu teori pembelajaran yang menekankan adanya asimilasi pengetahuan yang telah dimiliki oleh anak didik sebelumnya. Dengan mengaitkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki, pembelajaran menjadi lebih bermakna bagi anak didik. Yang terpenting bagi kita dengan adanya teori tersebut sanggup membantu kesulitan bagi mereka yang sedang mencar ilmu bahasa sehingga sanggup memaksimalkan kemampuan mereka menyerupai yang kita harapkan.

DAFTAR PUSTAKA
Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan UNY, 2004

E. Slavin, Educational Psychology, Englewood Cliffs, NY: Prentice-Hall, 1988

Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2006

Nazri Syakur, Diktat Psikolinguistik, Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2008

https://lenteramenyinari.blogspot.com//search?q=teori-belajar

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Ausubel Dan Teori Mencar Ilmu Asimilasi"

Post a Comment

Powered by Blogger.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel