Kurban Di Sekolah, Bagaimana?

Pendidikan berkurban di banyak sekali forum pendidikan dikala ini sudah semakin banyak dilakukan. Selain sebagai sarana pendidikan bagi para siswa, aktivitas ini juga sanggup memupuk rasa persaudaraan untuk saling berbagi. Sayangnya, masih banyak forum pendidikan yang menyelenggarakan pemotongan binatang di sekolah masing-masing tanpa mengkaji lebih dalam ibadah kurban.
Inisiatif sekolah untuk mengadakan penyembelihan kurban pada Hari Raya Idul Adha itu baik sekali. Hal ini sangat baik sebagai pendidikan dini untuk mencar ilmu berkurban.
Hanya saja apakah status binatang yang disembelih itu ialah ibadah kurban atau bukan? Hal ini membutuhkan data di lapangan. Kalau binatang yang disembelih itu berasal dari penggalangan dana siswa, tentu pembagian dagingnya kepada orang-orang di sekitar sekolah hanya bernilai sedekah biasa.
Sedangkan kalau binatang yang disembelih ialah titipan wali murid yang meniatkannya sebagai kurban, maka pembagian daging kurban itu dinilai sebagai ibadah sunah kurban. Pasalnya ibadah kurban merupakan proposal agama yang bersifat individual. Satu binatang kurban kambing hanya berlaku untuk satu orang. Kalau kurban seekor sapi, unta, atau kerbau, hanya sanggup diperuntukkan bagi tujuh orang.
Namun yang menjadi soal, pungutan itu sifatnya wajib. Siswa yang tidak mau bayar diancam eksekusi tertentu. Pola menyerupai itu terperinci tidak mendidik dan tidak sesuai dengan pedoman agama. Bahkan, jikalau ditarik ke ranah hukum, pungutan itu melanggar Pasal 423 dan Pasal 425 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. “Momen keagamaan menjadi alasan untuk melaksanakan pungutan liar di sekolah”.
Beberapa sekolah mematok iuran dengan jumlah tertentu. Apalagi, pungutan itu tak dilampiri bukti pembayaran sehingga dananya tidak sanggup dipertanggungjawabkan secara transparan. Karena itu, banyak wali murid yang memprotes kewajiban iuran qurban di sekolah.
Melakukan pemotongan binatang kurban di lingkungan sekolah juga berpotensi menjadikan banyak sekali jenis penyakit. Darah dari binatang kurban itu berbahaya lantaran sanggup menjadikan penyakit. Belum lagi pengaruh stress berat dan ketakutan bagi belum dewasa yang dikala itu menyaksikan pemotongan.
Prosesi penyembelihan binatang kurban yang disaksikan pribadi oleh siswa dikhawatirkan memengaruhi psikologis mereka, yakni timbul rasa takut hiperbola (fobia) atau justru timbul sifat atau sikap kekerasan (agresivitas).
Hal tersebut secara teori sanggup terjadi manakala insiden penyembelihan binatang kurban berulang dan anak didik tidak mempunyai pemahaman kognisi wacana syariat kurban, tata cara penyembelihan kurban secara Islami, dan manfaat berkurban untuk meningkatkan jiwa sosial anak kepada lingkungan sekitarnya. Di sinilah tantangan pihak sekolah (guru dan pengajar) dan orang renta untuk memberi pemahaman utuh wacana syariat berkurban kepada anak secara runtut dan utuh.
Dengan banyak sekali alasan di atas, sangat masuk akal bila mantan gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sempat melarang sekolah melaksanakan pemotongan binatang kurban.
Beberapa alasan yang digunakan oleh Pempov DKI Jakarta wacana aturan tersebut pada waktu itu, yakni kekhawatiran menyebarnya penyakit dari binatang ke insan (dalam istilah medis disebut zoonosis) dan juga menghindari pengaruh psikologis berupa traumatik terhadap anak akhir proses pemotongan binatang kurban. Sebagai solusinya, Pemprov DKI Jakarta menyiapkan rumah pemotongan binatang (RPH) untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat Jakarta dalam penyembelihan kurban.
Hal ini merujuk pada Instruksi Gubernur No 168 Tahun 2015 wacana Pengendalian, Penampungan, dan Pemotongan Hewan. Di dalamnya, termasuk ada larangan menyembelih binatang kurban di sekolah.

Aturan itu mencantumkan pelarangan penjualan serta pemotongan binatang kurban di pinggir jalan. Selain itu, DKI juga melarang pemotongan binatang kurban di sekolah-sekolah. Kemudian hewan-hewan yang akan dijual dan disembelih juga harus dites kesehatan terlebih dahulu.
Sontak, banyak pihak yang berkomentar negatif perihal kebijakannya ini. Termasuk oknum pedagang yang kerap berdagang di pinggir jalan, atau pihak-pihak yang menyewakan lapak dan mengalami kerugian.
Namun sebetulnya, pihak-pihak inilah yang telah merugikan kesehatan warga Muslim. Penjualan binatang kurban akan difokuskan pada lapangan tertentu. Sementara DKI mendorong pemotongan binatang kurban di rumah potong binatang (RPH).
Guna meredam polemik ini, Ingub menghapus klausal pelarangan penyembelihan binatang kurban pada Idul Adha. Sehingga ibadah kurban sanggup tetap dilaksanakan. Tapi, tidak setiap dikala sanggup dilakukan. Penyembelihan hanya sanggup dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu.
Padahal pelarangan itu dimaksudkan untuk mencegah penyakit yang disebabkan oleh darah hewan. Belum lagi pengaruh stress berat dan ketakutan bagi belum dewasa yang dikala itu menyaksikan pemotongan.
Dengan banyak sekali pertimbangan manfaat dan pengaruh jelek di atas, bagaimana pendapat pembaca seword wacana pelaksanaan kurban di sekolah?

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Kurban Di Sekolah, Bagaimana?"

Post a Comment

Powered by Blogger.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel